Ketidakadilan Membuat Pekerja Migran Indonesia di Kanada Memutuskan Untuk Melawan

Ilustrasi pekerja migran. /pexels/pixabay

Aspatakichannel.com - Ketika memutuskan menjadi pekerja migran, impian yang diinginkan adalah mendapatkan perlakuan layak dengan gaji yang lebih besar daripada yang didapat di tanah air.

Namun tak semua pekerja migran bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Salah satunya dialami oleh pekerja migran Indonesia yang bekerja di Kanada.

Ketika Nanik, Dwipa dan Umi berangkat ke Kanada dari Indonesia, mereka mengharapkan pendapatan mereka bisa memberikan kehidupan yang lebih baik terutama untuk keluarga mereka di tanah air.

Namun mereka tak menyadari bahwa mereka akan terperangkap dalam hutang tak henti.

Dilansir  dari Al-Jazeera, hutang tersebut terakumulasi dalam bentuk penipuan dan eksploitasi oleh broker yang meminta bagian dari gaji mereka sebagai bayaran atas jasanya yang telah membawa mereka ke Kanada.

Mereka juga direkrut untuk dipekerjakan dalam pekerjaan bergaji minimum di Leamington, Ontario sebagai bagian dari Program Pekerja Asing Sementara Kanada.

Mereka terikat dalam satu pekerjaan, satu lokasi dan hanya boleh bekerja kepada satu orang. Belum terhitung urusan mereka dengan broker.

Bila mereka menolak untuk memberikan uang yang diminta, tiap gajian mereka akan diancam dikembalikan ke rumah tanpa bekal apapun.

Tapi, cerita seperti itu, bukanlah hal yang asing.

Pekerja migran bergaji rendah menempati porsi yang signifikan dalam pekerja pertanian di Kanada.

Dengan sekira 110 ribu yang tinggal disana, walaupun belum jelas berapa diantara mereka yang berutang kepada broker.

Yang membuat Umi dan Dwipa serta beberapa grup pekerja migran lainnya berbeda adalah keputusan mereka untuk berbicara mengenai hal tersebut dan memperjuangkannya.

Melalui keadilan yang mereka cari, mereka menunjukkan sistem disfungsional yang memperbolehkan broker beroperasi dengan impunitas.

Min Sook Lee, seorang pembuat film mengatakan bahwa program pekerja migran membongkar konstruksi kolonial di Kanada.

Mereka menciptakan kategori terhadap warga negara dan bukan warga negara dan membuat korespondensi berdasarkan hal dan privilese.

Yang dilakukan oleh pekerja migran adalah bentuk dari keberanian seorang pekerja kendati mereka kerap diberi tahu bahwa mereka mudah diganti dan mereka akan kehilangan pekerjaan serta dideportasi ataupun bahwa ratusan orang mengantri untuk mengambil tempat mereka.

Mereka telah melihat bahwa banyak orang yang terluka dan dikembalikan ke rumah tanpa mendapat perawatan yang memadai.

Terdapat pula pekerja yang dicaci maki dan didenda karena tak bekerja dengan cepat.

Tak sedikit pula yang dipecat karena berbicara mengenai kondisi kerja yang tak aman, namun kendati dengan berbagai keadaan tersebut, mereka tetap berjuang. ***


Sumber : KabarLumajang.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel