Pengadilan China Putuskan, Ibu Rumah Tangga Merupakan Profesi dan Harus Digaji
Ilustrasi ibu rumah tangga.* /Pixabay /Oberholster Venita
ASPATAKICHANNEL.COM - Seorang wanita mendapat 7.700 dolar AS (Rp 108 juta) karena telah menjadi ibu rumah tangga selama lima tahun dalam putusan perceraian di China.
Dilansir The Guardian, Kamis 25 Februari 2021, perkara ini diyakini sebagai kasus pertama di China.
Dimana pengadilan Negeri Tirai Bambu itu menetapkan nilai uang untuk pekerjaan rumah tangga.
Pengadilan perceraian China telah memerintahkan seorang pria untuk membayar istrinya sejumlah $7.700 AS atau sekitar Rp108 juta.
Dana itu sebagai kompensasi atas pekerjaan rumah yang dilakukannya selama lima tahun pernikahan mereka.
Berdasarkan undang-undang perdata baru yang mulai berlaku bulan lalu, seseorang dapat meminta kompensasi dari pasangannya saat perceraian.
Itu berlaku jika mereka adalah pengasuh utama bagi anak-anak atau orang tua lansia, atau melakukan sebagian besar pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar.
Jumlahnya harus dinegosiasikan, tetapi jika gagal maka akan diputuskan oleh pengadilan.
Pengadilan Beijing memutuskan suami, yang bermarga Chen, harus membayar mantan istrinya, Wang, sejumlah 50.000 yuan karena selama menikah suami tak membantu pekerjaan rumah sang istri.
Chen menyerahkan pengasuhan anak kepada Wang saat dia pergi bekerja, dan "tidak peduli atau berpartisipasi dalam pekerjaan apa pun," kata Wang di pengadilan.
Pasangan itu menikah pada 2015, tetapi berpisah tiga tahun kemudian.
Putra mereka tinggal bersama Wang. Chen mengajukan gugatan cerai tahun lalu, tetapi Wang awalnya enggan, kata media lokal.
Dia kemudian setuju dan meminta pembagian properti dan kompensasi finansial.
Selain kompensasi 50.000 yuan, Wang juga mendapatkan hak asuh atas putra mereka dan pembiayaan bulanan sebesar 2.000 yuan atau sekitar Rp. 4,3 juta.
Hakim Feng Miao yang memimpin sidang perceraian tersebut, mengatakan bahwa pembagian properti terkait dengan "properti berwujud", yang tidak mungkin meliputi pekerjaan rumah tangga.
Pekerjaan rumah tangga "misalnya, dapat meningkatkan kemampuan pasangan lain untuk mencapai kematangan individu, dan ini tidak tercermin dalam properti berwujud.".
Kasus ini diyakini sebagai kasus pertama yang menetapkan nilai uang pada pekerjaan rumah tangga sejak hukum perdata–yang mencakup hak-hak pribadi dan keluarga serta undang-undang kontrak—diberlakukan.
Perdebatan
Keputusan tersebut memicu perdebatan di media sosial di China tentang nilai finansial pekerjaan rumah tangga.
Data dari Biro Statistik Nasional China menunjukkan wanita yang sudah menikah menghabiskan lebih dari dua kali lebih banyak waktu untuk pekerjaan rumah daripada suami mereka pada tahun 2016.
Rasio tersebut lebih besar dari angka yang tercatat pada tahun 1996.
Lebih dari 427.000 orang menanggapi jajak pendapat online oleh outlet media China, Pheonix Weekly, yang menanyakan apakah kompensasi itu benar, salah, terlalu kecil, atau terlalu besar.
Hampir 94% mengatakan bahwa itu benar tetapi tidak cukup lantaran hal itu dinilai meremehkan pekerjaan ibu rumah tangga.
“Setiap orang yang telah melakukan pekerjaan rumah tahu bahwa melakukan pekerjaan rumah tidak lebih mudah daripada pergi bekerja, seringkali lebih sulit,” kata seorang pengguna Weibo berkomentar di bawahnya, dikutip dari theguardian.com.
“Hal utama tentang menjadi seorang ibu rumah tangga adalah Anda kehilangan peluang pertumbuhan karier,” kata yang lain.
"Setelah beberapa saat, karier masa depan Anda akan hilang, dan tidak ada cara untuk mengukurnya dengan uang." (SF)***
Sumber : ZonaPriangan