Remitansi Pekerja Migran Asal Malang Melambat

Salah satu rumah pekerja migran di Desa Sukowilangun, Kec. Kalipare, Kab. Malang yang memproduksi gaplek sebagai usaha sampingan.

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 605 Rumah Tangga dengan 1.926 anggota rumah tangga keluarga migran di Kabupaten Malang, semua mengalami permasalahan sosial ekonomi serta merasakan kekhawatiran terhadap keluarga mereka akibat pandemi Covid-19.

ASPATAKICHANNEL.COM - MALANG  Pengiriman remitansi pekerja migral asal Malang terjadi pelambatan terdampak Covid-19. Kesimpulan itu muncul dari hasil Riset Covid-19 dari peneliti Universitas Brawijaya (UB), yakni Faishal Aminuddin, Saseendran Pallikadavath, Sujarwoto, Keppi Sukesi, dan Henny Rosalinda.

Pelambatan pengiriman remitansi terjadi karena pemberian gaji pekerja migrant sejumlah pekerja tertunda, sehingga tidak dapat mengirimkan uang bagi keluarga mereka di Indonesia.

Selain itu, banyak juga dari pekerja migran yang kehilangan pekerjaan sehingga tidak dapat mengirimkan uang bagi keluarga mereka di Indonesia.

“Pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan pekerja migran di luar negeri dan keluarga mereka di Indonesia selama pandemi Covid-19,” kata Keppy Sukesih, salah satu peneliti, di Malang, Rabu (3/2/2021).

Dia mengatakan, lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Malang, yang merupakan salah satu daerah yang banyak mengirimkan pekerja migran ke luar negeri.

Para pekerja migran itu umumnya bekerja di luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan dan Arab Saudi. Mereka bekerja di sektor domestik seperti asisten rumah tangga atau pekerja pabrik.

Sejak terjadinya pandemi, banyak di antara mereka yang menghadapi permasalahan ekonomi dan berakibat pada tersendatnya pengiriman uang ke keluarga mereka di Indonesia.

Anggota peneliti lain, Sujarwoto menjelaskan berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 605 Rumah Tangga dengan 1.926 anggota rumah tangga keluarga migran di Kabupaten Malang, semua mengalami permasalahan sosial ekonomi serta merasakan kekhawatiran terhadap keluarga mereka akibat pandemi Covid-19.

Banyak dari anak-anak pekerja migran yang kesulitan bersekolah akibat tidak memiliki akses terhadap jaringan internet. Pekerja migran juga mengaku tidak pernah memperoleh bantuan kesehatan dari pemerintah Indonesia. Pemerintah dinilai kurang memperhatikan kondisi kesehatan pekerja migran yang ada di luar negeri.

Demikian juga keluarga yang ditinggalkan, pada umumnya bekerja sebagai petani di desa yang tidak memiliki akses terhadap asuransi kesehatan.

Penelitian ini dilakukan dengan kerja sama Portsmouth University Inggris yang bertujuan untuk melihat bagaimana kondisi sosio ekonomi dan kesehatan para pekerja migran dan keluarga yang ditinggalkan khususnya selama pandemi.

“Dalam riset ini kami ingin melihat masalah apa saja yang muncul dan bagaimana kebijakan yang telah atau sebaiknya dilakukan oleh pemerintah,” kata Prof. Keppy.

Di tempat terpisah Saiful Ketum Aspataki menanggapi penelitian di atas membenarkan untuk pekerja di Malaysia memang cukup banyak tapi lebih kepada PMI Ilegal. Untuk yang proses resmi seperti ke Taiwan, Hongkong dan Singapura sedikit sekali yang terpengaruh covid-19. Bahkan sampai saat ini anggota kami masih menempatkan, namun berkurang dan Malysia dan Brunai sejak Maret 2020 samapai saat ini sama sekali proses resmi tidak berjalan, dan Saudi Informal dihentikan sejak Kepmen 260 tahun 2015,  kata Saiful



Choirul Anam - Bisnis.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel